Jonghyun “Shinee” Meninggal Dunia Di Apartemennya, Ternyata Ini Penyebabnya

Dibuat oleh blogunik

Kabar Jonghyun Shinee meninggal dunia akibat bunuh diri memang menggemparkan para pecinta kpop di seluruh dunia. Pada tanggal 18 Desember 2017, pukul 16.42 kakak dari jonghyun melapor kepada kepolisian bahwa saudaranya mencoba bunuh diri. Setelah menerima laporan tersebut mereka pergi ke apartemennya di Chungdam dan menemukan bahwa ia tak sadarkan diri.

Setelah itu jonghyun dibawa ke rumah sakit konku dan dinyatakan meninggal dunia. Sebagaimana dilaporkan kantor berita Yonhap, penyelidik meyakini Jonghyun meninggal dunia akibat menghirup zat beracun. Polisi menemukan ia mencoba bunuh diri dengan briket batubara yang menyala dalam penggorengan. Di Korea Selatan, briket batu bara digunakan untuk menghangatkan rumah pada saat musim dingin. Sayangnya, briket batu bara sering menjadi cara orang Korea Selatan bunuh diri terutama kaum pria.

Photo Via : media.iyaa.com

Penelitian ilmuwan dari Universitas Chung-Ang di Seoul yang dimuat Journal of Korean Medical Science pada 2014 menunjukkan jumlah kematian penduduk Korsel akibat bunuh diri menggunakan briket batubara meningkat sejak 2008. Selama 2000 hingga 2007, kematian akibat bunuh diri dengan cara menghirup briket batubara yang dibakar mencapai 84 kasus. Pada 2008 jumlahnya meningkat hingga 292 kasus. Kemudian, pada 2011, menyentuh 1.251 kasus.

Peningkatan angka ini, menurut makalah itu, ditandai dengan peristiwa kematian aktor Korsel, Ahn Jae-hwan, pada 2008. Pria itu diketahui mencabut nyawanya sendiri dengan menghirup asap pembakaran batubara di dalam mobilnya. Makalah tersebut mengindikasikan bahwa pemberitaan mengenai kematian Ahn Jae-hwan meningkatkan keingintahuan masyarakat soal bunuh diri menggunakan briket batubara. Hal lainnya adalah kabar bahwa bunuh diri dengan cara tersebut tidak terasa sakit. Penyebab utama mengapa seseorang bisa kehilangan nyawanya dan menderita cedera saat menghirup batubara yang dibakar adalah karena batubara yang dibakar mengeluarkan karbonmonoksida (CO) yang beracun.

Photo via : http://www.migueldelosandes.com

Riset Il Saing Choi dari Departemen Ilmu Saraf di Universitas Yonsei yang dimuat dalam Journal of Korean Medical Science, melibatkan hampir 3.000 pasien yang mengalami keracunan CO di Korsel pada 1979-1982. Dari hampir 3.000 pasien yang mengalami keracunan CO, 243 orang mengalami penyakit saraf. Ada pula yang mengalami gagal ginjal, pendarahan usus, serta penumpukan cairan di paru-paru.

Makalah tersebut merujuk kajian literatur yang menyebutkan bahwa konsentrasi maksimum CO yang diperbolehkan terpapar pada tubuh mencapai 0,01% (100 ppm) selama delapan jam dan 0,04% (400 ppm) selama satu jam. Apabila jumlah CO yang terhirup lebih dari kadar normal, CO akan mengikat hemoglobin—molekul protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen dari paru-paru ke organ-organ tubuh dan mengembalikan karbondioksida ke paru-paru.

Akibatnya, organ-organ tubuh gagal berfungsi, tubuh kekurangan oksigen, dan keracunan CO. Keluhan paparan CO ini beragam, dari tingkat rendah hingga tinggi. Di tingkat 20-40%, individu akan merasa pusing dan muntah, sedangkan di tingkat 70% koma dan kegagalan fungsi pernapasan bisa terjadi.